ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
1. Menulis Sebagai Proses Penalaran
Menulis merupakan
proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus berpikir,
mcnghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Dalam bab
ini akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.
1.1 Berpikir dan Bernalar
Setiap saat selama
hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berpikir.
Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita
timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata.
Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa
kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih
tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan,
dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang
terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan
uraian di atas, dapatlah dicatat bahwa proses bernalar atau singkatnya
penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan
berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak
ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran
induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.
1.2 Penalaran lnduktif
Penalaran
induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus,
prosesnya disebut induksi. Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi,
analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses penalaran
berdasarkan pengamatan atas
sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai sernua atau sebagian dari
gejala serupa itu.
1. 3 Penalaran Deduktif
Deduksi dimulai dengan
suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya
merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam
kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan itu.
Jadi sebenarnya proses
deduksi tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan
kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan dasarnya.
2. Penalaran dalam
karangan
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu tulisan sebagai basil proses bernalar
mungkin merupakan basil proses deduksi, induksi, atau gabungan keduanya. Dengan
demikian suatu paparan dapat bersifat deduktif, induktif, atau gabungan antara
kedua sifat tersebut. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu
pernyataan/umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum lainnya.
Selanjutnya, pernyataan itu akan dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan atau
rincian-rincian yang bersifat khusus.
Dalam
praktek proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan-satuan tulisan
yang merupakan paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan umum membentuk
kalimat utama yang mengandung gagasan utama yang dikernbangkan dalarn paragraf
itu. Dengan demikian ada paragraf deduktif dengan kalimat utama pada awal
paragraf, paragraf induktif dengan kalimat utama pada akhir paragraf, dan ada
pula paragraf dengan kalimat utama pada awal dan akhirnya.
Proses
deduktif dan induktif itu juga diterapkan dalam mengembangkan seluruh karangan.
Paragraf-paragrat deduktif dan induktif mungkin dipergunakan secara bergantian,
bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang
ingin diberikannya. Karya ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan
induktif, Kedua proses itu terlihat secara jelas.
2.1
Urutan Logis
Suatu
karangan harus merupakan suatu kesatuan. Ini berarti bahwa karangan itu harus
dikembangkan dalam urutan yang sistematik, jelas, dan tegas.
Dalam
hal ini, urutan itu dapat disusun berdasarkan waktu, ruang, alur nalar, kepentingan,
dan sebagainya.
1)
Urutan Waktu (kronologis)
Urutan
ini dipergunakan berdasarkan urutan waktu. Urutan kronologis di dalam tulisan
secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti:
dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara, sejak itu, selanjutnya, dalam
pada itu, mula-mula, pertama, kedua, akhirnya, dan sebagainya.
Pengembangan
tulisan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan dalam memaparkan
sejarah, proses, asal-usul, dan riwayat hidup (biografi).
2)
Urutan Ruang (Spasial)
Urutan
ini dipergunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang. Untuk
menyatakan urutan ruang itu antara lain kita dapat menggunakan ungkapan-ungkapan:
Ø di sana, di sini, di situ, di .... pada; .
Ø di bawah, di atas, di tengah,
Ø di utara, di selatan,
Ø di depan, di belakang,
Ø di kiri, di kanan,
Ø berhadapan, bertolak belakang, berseberangan, dan
seterusnya.
3)
Urutan Alur Penalaran
Berdasarkan
alur penalarannya, suatu paragraf dapat dikembangkan dalam urutan umum-khusus
dan khusus-umum. Urutan ini menghasilkan
paragraf-deduktif dan induktif.
Urutan
umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah. Tulisan yang paragraf-paragrafnya
dikembangkan dalam urutan ini secara menyeluruh lebih mudah dipahami isinya.
Dengan membaca kalimat-kalimat pertama pada paragraf-paragraf itu, pembaca
dapat mengetahui garis besar isi seluruh karangan.
4)
Urutan Kepentingan
Suatu
karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan gagasan yang
dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan ialah dari yang paling penting
sampai kepada yang paling tidak penting atau sebaliknya.
3.
Isi Karangan
Karangan
mungkin menyajikan fakta (berupa benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri
sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan, dan
sebagainya. Karya ilmiah membahas fakta meskipun untuk pembahasan itu
diperlukan teori atau pendapat. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang
berhubungan dengan fakta, yaitu generalisasi dan spesifikasi, klasifikasi, perbandingan
dan pertentangan, hubungan sebab akibat, analogi, dan ramalan.
4.
Fakta Sebagai Unsur Dasar Penalaran Ilmiah
Sesuai
dengan penjelasan di atas penalaran memerlukan fakta sebagai, unsur dasarnya.
Karena itu, agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita miliki pengetahuan
tentang fakta yang berhubungan.
Jumlah
fakta tak terbatas; sifatnya pun beraneka ragam. Banyak di antara fakta-fakta
itu yang saling berkaitan, baik secara fungsional maupun dalam hubungan sebab
akibat. Hubungan itu kadang-kadang sangat erat atau dalam suatu rangkaian yang
rumit sehingga sulit mengenalinya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar