Rabu, 10 April 2013

Faktor Terjadinya "Human Trafficking" dan Cara Penanggulangannya


Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:

v  Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidakbersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.

v  Keinginan cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.

v  Pengaruh sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.

v  Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri.

v  Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumberdaya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung.

v  Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.

v  Pendidikan minim dan tingkat buta huruf tinggi
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.


Untuk menanggulangi masalah perdagangan anak dan perempuan ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:

1. Memberi pengetahuan
Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah ini, dan bagaimana solusinya.

Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang paling penting adalah masyarakat kelas bawah. Mengapa? Karena perdagangan manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.

2. Memberitahu orang lain
Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban Anda untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar kita.

3. Berperan aktif untuk mencegah
Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, Anda juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus yang Anda ketahui kepada yang berwajib. Anda juga bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Yang Anda lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila semua orang tergerak untuk turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan teratasi.

Sumber :



ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN


ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
1. Menulis Sebagai Proses Penalaran
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus berpikir, mcnghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Dalam bab ini akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.

1.1 Berpikir dan Bernalar
Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dicatat bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.

1.2 Penalaran lnduktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi. Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai sernua atau sebagian dari gejala serupa itu.

1. 3 Penalaran Deduktif
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan itu.
Jadi sebenarnya proses deduksi tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan dasarnya.

2. Penalaran dalam karangan
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu tulisan sebagai basil proses bernalar mungkin merupakan basil proses deduksi, induksi, atau gabungan keduanya. Dengan demikian suatu paparan dapat bersifat deduktif, induktif, atau gabungan antara kedua sifat tersebut. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan/umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum lainnya. Selanjutnya, pernyataan itu akan dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan atau rincian-rincian yang bersifat khusus.
Dalam praktek proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan-satuan tulisan yang merupakan paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan umum membentuk kalimat utama yang mengandung gagasan utama yang dikernbangkan dalarn paragraf itu. Dengan demikian ada paragraf deduktif dengan kalimat utama pada awal paragraf, paragraf induktif dengan kalimat utama pada akhir paragraf, dan ada pula paragraf dengan kalimat utama pada awal dan akhirnya.
Proses deduktif dan induktif itu juga diterapkan dalam mengembangkan seluruh karangan. Paragraf-paragrat deduktif dan induktif mungkin dipergunakan secara bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang ingin diberikannya. Karya ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif, Kedua proses itu terlihat secara jelas.
2.1 Urutan Logis
Suatu karangan harus merupakan suatu kesatuan. Ini berarti bahwa karangan itu harus dikembangkan dalam urutan yang sistematik, jelas, dan tegas.
Dalam hal ini, urutan itu dapat disusun berdasarkan waktu, ruang, alur nalar, kepentingan, dan sebagainya.

1) Urutan Waktu (kronologis)
Urutan ini dipergunakan berdasarkan urutan waktu. Urutan kronologis di dalam tulisan secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti: dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara, sejak itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-mula, pertama, kedua, akhirnya, dan sebagainya.
Pengembangan tulisan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan dalam memaparkan sejarah, proses, asal-usul, dan riwayat hidup (biografi).

2) Urutan Ruang (Spasial)
Urutan ini dipergunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang. Untuk menyatakan urutan ruang itu antara lain kita dapat menggunakan ungkapan-ungkapan:
Ø  di sana, di sini, di situ, di .... pada; .
Ø  di bawah, di atas, di tengah,
Ø  di utara, di selatan,
Ø  di depan, di belakang,
Ø  di kiri, di kanan,
Ø  berhadapan, bertolak belakang, berseberangan, dan seterusnya.

3) Urutan Alur Penalaran
Berdasarkan alur penalarannya, suatu paragraf dapat dikembangkan dalam urutan umum-khusus dan khusus-umum. Urutan ini menghasilkan paragraf-deduktif dan induktif.
Urutan umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah. Tulisan yang paragraf-paragrafnya dikembangkan dalam urutan ini secara menyeluruh lebih mudah dipahami isinya. Dengan membaca kalimat-kalimat pertama pada paragraf-paragraf itu, pembaca dapat mengetahui garis besar isi seluruh karangan.

4) Urutan Kepentingan
Suatu karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan gagasan yang dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan ialah dari yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting atau sebaliknya.

3. Isi Karangan
Karangan mungkin menyajikan fakta (berupa benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan, dan sebagainya. Karya ilmiah membahas fakta meskipun untuk pembahasan itu diperlukan teori atau pendapat. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan fakta, yaitu generalisasi dan spesifikasi, klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, hubungan sebab akibat, analogi, dan ramalan.

4. Fakta Sebagai Unsur Dasar Penalaran Ilmiah
Sesuai dengan penjelasan di atas penalaran memerlukan fakta sebagai, unsur dasarnya. Karena itu, agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita miliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan.

Jumlah fakta tak terbatas; sifatnya pun beraneka ragam. Banyak di antara fakta-fakta itu yang saling berkaitan, baik secara fungsional maupun dalam hubungan sebab akibat. Hubungan itu kadang-kadang sangat erat atau dalam suatu rangkaian yang rumit sehingga sulit mengenalinya.


Sumber : 
 

Template Design By:
SkinCorner