Tidak ada satu pun yang
merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking
disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta
persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:
v Kemiskinan
Menurut data Badan
Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus
meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun
berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan
telah mendorong anak-anak untuk tidakbersekolah sehingga kesempatan
untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Kemiskinan
pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat
menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban
perdagangan manusia.
v Keinginan cepat kaya
Keinginan untuk hidup
lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi
pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para
penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
v Pengaruh sosial budaya
Disini misalnya, budaya
pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong
anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan
No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau
lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini
pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah
sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun.
Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk
pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya
terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin
muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak
buruk pada kesehatan(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan
terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan
tingkat perceraian yang tinggi.
v Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa
yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap
eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering
kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara
teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan
masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan
memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda
agar mereka dapat bekerja di luar negeri.
v Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Dampak korupsi ini
terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang
masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di
kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari
bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan
dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam
kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku
perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para
perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan
penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang
masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga
hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem
tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumberdaya dan koneksi untuk
memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang
tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini
mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih
berlangsung.
v Media massa
Media massa masih belum
memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking
dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun
penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik
dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan
kejahatan susila lainnya.
v Pendidikan minim dan tingkat buta huruf
tinggi
Survei sosial-ekonomi
nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas
belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang
tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12
dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan
pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan
besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai
pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan
dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari
pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka
akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat
membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah
singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan.
Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan
mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun
kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan
ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.
Untuk menanggulangi masalah
perdagangan anak dan perempuan ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:
1. Memberi pengetahuan
Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah ini, dan bagaimana solusinya.
Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang paling penting adalah masyarakat kelas bawah. Mengapa? Karena perdagangan manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
2. Memberitahu orang lain
Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban Anda untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar kita.
3. Berperan aktif untuk mencegah
Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, Anda juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus yang Anda ketahui kepada yang berwajib. Anda juga bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Yang Anda lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila semua orang tergerak untuk turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan teratasi.
Sumber :